Kasus kematian Martina Marni (21), mahasiswi jurusan Bahasa Inggris semester 7, Universitas Kristen Indonesia, di Toraja, akhirnya bisa diungkap aparat Polda Sulsel.
Pelaku pembunuhan Martina adalah seorang pemuda bernama Putra alias Utta (19), mahasiswa pelayaran Barombong, Makassar. Utta yang juga warga Kampung Gentengan, Desa Rante Kalua, Kecamatan Mangkendek, Kabupaten Tana Toraja, ini nekat membunuh korban, karena cintanya ditolak.
Pelaku ditangkap oleh tim unit khusus Polda Sulsel di Kelurahan Barombong, Kecamatan Tamalate, Makassar, Sabtu (23/12/2017). Setelah membunuh dan menyetubuhi jenazah korban, pelaku lalu kabur ke Makassar.
Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Polisi Dicky Sondani dalam keterangan tertulisnya mengatakan, Polres Toraja berhasil mengungkap identitas pelaku pembunuhan korban. Diketahui pula bahwa pelaku kabur ke Makassar dan tinggal di sekitar kompleks Pelayaran Barombong. Polres Toraja kemudian berkoordinasi dengan tim unit khusus Polda Sulsel.
"Setelah melakukan penjajakan terhadap siswa-siswa pelayaran dari Tana Toraja, maka ditemukan identitas pelaku yang dimaksud sebagai pelaku pembunuh Martina. Akhirnya, pelaku pun berhasil diringkus tanpa perlawanan. Pelaku pun mengakui telah membunuh Martina dan jenazahnya dia setubuhi. Rencananya, pelaku akan dijemput oleh personel Polres Toraja untuk diproses hukum lebih lanjut," katanya.
Menurut Danny, dari pengakuan pelaku saat diintrogasi tim unit khusus Polda Sulsel, setelah membunuh dan menyetubuhi jenazah korban, pelaku lalu membuang jasad korban ke semak-semak. Pelaku nekat membunuh korban, karena cintanya ditolak.
"Adapun barang bukti yang disita polisi berupa 2 buah Hp merek Samsung. Hp tersebut adalah milik korban yang diambil oleh pelaku setelah melakukan pembunuhan," tambahnya.
Sebelumnya telah diberitakan, sesosok mayat perempuan dengan tubuh penuh luka tusukan ditemukan di semak-semak tertutupi ranting pohon dan daun di Marrang, Kelurahan Tampo Kecamatan Mengkendek, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan, Selasa (19/12/2017) malam.
Korban diketahui bernama Martina Marni (21), mahasiswi jurusan Bahasa Inggris semester 7, Universitas Kristen Indonesia Toraja. Korban meninggalkan rumah pada pagi hari. Namun hingga malam, korban tak kunjung pulang.
Merasa khawatir, keluarga korban, Medi Tandi (38) dan Andarias Tappi (35) mencari korban. Hingga akhirnya mereka menemukan korban di semak-semak. (tribunnews.com,
Hukum Menyetubuhi Mayat
Dilansir munirul.com Hukum menyetubuhi mayat menurut perspektif Fiqh adalah haram baik mayat tersebut merupakan istri pada masa hidupnya atau bukan. Tidak ada perbedaan pendapat dikalangan Ulama’ (hilaf) dalam permasalahan ini. Imam Abu Zakariya Muhyiddin Yahya Ibnu Syaraf Al-Nawawi yang lebih populer dengan nama Imam Nawawi mengutip pernyataan Syaikh Abu Hamid yang menyatakan bahwa ketika seorang wanita telah meninggal, maka haram bagi suami wanita yang telah meninggal tersebut melihat dengan perasaan syahwat seperti diharamkannya seorang laki-laki melihat wanita lain. Namun apabila suami wanita yang telah meninggal tersebut melihat tidak dengan perasaan syahwat, maka hukumnya adalah sama dengan pada masa hidupnya (tidak haram).
Dan apakah pelakunya wajib di had?
Terjadi perbedaan pendapat dikalangan Ulama’ Fiqh mengenai hukuman bagi orang yang menyetubuhi mayat yang diuraikan sebagai berikut:
• Sebagian Ulama’ menyatakan bahwa tidak ada had bagi orang yang menyetubuhi mayat walaupun mayat yang setubuhi tersebut adalah orang yang haram disetubuhi pada masa hidupnya (bukan istri) karena menyetubuhi mayat merupakan suatu penyimpangan yang tidak akan dilakukan oleh orang yang berkal sehat seperti halnya orang yang memiliki kebiasaan meminum air seni maka hukuman bagi orang semacam ini adalah dita’zir (hukuman yang tidak sampai membunuh) yang bisa menimbulkan efek jera dan sebagai peringatan agar tidak ditiru oleh yang lain. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Muhammad Al-Khatib Al-Syarbini dan beliau menyatakan bahwa pendapat ini adalah pendapat yang lebih benar (ashah). Sedang Imam Al-Hasan dan Imam Abu Bakar menyakatan bahwa anggauta tubuh orang yang telah meninggal (mayat) termasuk alat vital adalah anggauta yang rusak yang tidak menimbulkan syahwat dan tidak memberikan kenikamatan, maka orang yang meyetubuhi mayat tidak wajib dihad.
• Sebagian Ulama’ yang lain menyatakan bahwa orang yang menyetubuhi mayat wajib untuk dihad karena dianggap sama dengan menyetubuhi orang yang masih hidup dengan memasukkan hasyafah kedalam farji. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Al-Auza’i. Beliau juga menegaskan bahwa menyetubuhi mayat adalah dosa besar karena telah merusak kehormatan mayit. Wallahu a’lam bis shawab.
Dijawab oleh:
-Ustad Ibnu Malik
-Ustadz Jojo Finger-looser ItmyLife
-Ustadz Jojo Finger-looser ItmyLife
-Ustadz Preman Berr Tasbih
Referensi Kitab:
1. Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah. Juz: 44. Hal. 31
لاَ خِلاَفَ بَيْنَ الْفُقَهَاءِ فِي حُرْمَةِ وَطْءِ الْمَيْتَةِ، سَوَاءٌ أَكَانَتْ فِي حَيَاتِهَا زَوْجَتَهُ أَمْ أَجْنَبِيَّةً عَنْهُ . الموسوعة الفقهية الكويتية . الجز 44. صفحة 31.
2. Al-Majmu’ Syarch Al-Muhaddzab. Juz: 5. Hal. 139
قال الشيخ أبو حامد في تعليقه مذهبنا أن المرأة إذا ماتت كان حكم نظر الزوج إليها بغير شهوة باقيا وزال حكم نظره بشهوة . المجموع شرح المهذب . الجز 5. صفحة 139.
3. Mughni Al-Muhtaj. Juz: 4. Hal. 145
( ولا ) حد ( بوطء ميتة في الأصح ) وإن كانت محرمة في الحياة خلافا لما في نكت الوسيط لأن هذا مما ينفر الطبع عنه فلا يحتاج إلى الزجر عنه بحد كشرب البول بل يعزر والثاني يحد به كوطء الحية ولا يجب فيه مهر بحال لأن الميت لا يستأنف ملكا . مغني المحتاج . الجز 4. صفحة 145.
4. Al-Zawajir. Juz: 2. Hal. 236
الكبيرة الثالثة والرابعة والخامسة والسادسة والسابعة والثامنة والستون بعد الثلاثمائة وطء الشريك للأمة المشتركة ، والزوج لزوجته الميتة، والوطء في نكاح بلا ولي ولا شهود وفي نكاح المتعة، ووطء المستأجرة وإمساك امرأة لمن يزني بها) . وعد هذه الخمسة لم أره ولكنه ظاهر وإن سلم أنه لا يسمى زنا إذ لا يوجب الجلد ولا الرجم عند بعض الأئمة: كالشافعية في الأوليين والرابعة وكغيرهم في الباقي. والحاصل: أن كل شبهة لم تقتض الإباحة لا تفيد إلا رفع الحد دون زوال اسم الكبيرة الزواجر . الجز 2. صفحة 236.
5. Fatawa Al-Syabakah.
السُّؤَالُ : ما الحكم في رجل جامع زوجته بعد وفاتها محبة بها وتوديعا لها وهو يعلم أنها ميته؟ وجزاكم الله عن المسلمين خير الجزاء
الفَتْوَى : الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أما بعد, فهذا الفعل اعتداء على حرمة الميتة وهو أمر تعافه النفوس السوية والفطرة السليمة، ولذا لم يأت من الشارع نص بوجوب الحد على فاعله اكتفاء بأنه أمر تمجه النفس وتعافه. قال ابن قدامة في المغني9 /55 عن وطء الميتة: ولأنها لا يشتهى مثلها وتعافه النفس فلا حاجة إلى شرع الزجر عنها، والحد إنما وجب زجراً . فتاوى الشبكة
6. Al-Mughni Ibnu Qadamah. Juz: 9. Hal. 157
ﻓﺼﻞ : ﻭﺇﻥ ﻭﻃﺊ ﻣﻴﺘﺔ ، ﻓﻔﻴﻪ ﻭﺟﻬﺎﻥ : ﺃﺣﺪﻫﻤﺎ ، ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺤﺪ . ﻭﻫﻮ ﻗﻮﻝ ﺍﻷﻭﺯﺍﻋﻲ ; ﻷﻧﻪ ﻭﻃﻰﺀ ﻓﻲ ﻓﺮﺝ ﺁﺩﻣﻴﺔ ، ﻓﺄﺷﺒﻪ ﻭﻁﺀ ﺍﻟﺤﻴﺔ ، ﻭﻷﻧﻪ ﺃﻋﻈﻢ ﺫﻧﺒﺎ ، ﻭﺃﻛﺜﺮ ﺇﺛﻤﺎ ; ﻷﻧﻪ ﺍﻧﻀﻢ ﺇﻟﻰ ﻓﺎﺣﺸﺔ ﻫﺖﻙ ﺣﺮﻣﺔ ﺍﻟﻤﻴﺘﺔ . ﻭﺍﻟﺜﺎﻧﻲ : ﻻ ﺣﺪ ﻋﻠﻴﻪ . ﻭﻫﻮ ﻗﻮﻝ ﺍﻟﺤﺴﻦ . ﻗﺎﻝ ﺃﺑﻮ ﺑﻜﺮ : ﻭﺑﻬﺬﺍ ﺃﻗﻮﻝ ; ﻷﻥ ﺍﻟﻮﻁﺀ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻴﺘﺔ ﻛﻼ ﻭﻁﺀ ، ﻷﻧﻪ ﻋﻀﻮ ﻣﺴﺘﻬﻠﻚ ، ﻭﻷﻧﻬﺎ ﻻ ﻳﺸﺘﻬﻰ ﻣﺜﻠﻬﺎ ، ﻭﺗﻌﺎﻓﻬﺎ ﺍﻟﻨﻔﺲ ، ﻓﻼ ﺣﺎﺟﺔ ﺇﻟﻰ ﺷﺮﻉ ﺍﻟﺰﺟﺮ ﻋﻨﻬﺎ ، ﻭﺍﻟﺤﺪ ﺇﻧﻤﺎ ﻭﺟﺐ ﺯﺟﺮﺍ المغني ابن قدامة . الجز 9. صفحة 7157.
7. Fiqh Islam Wa Adillatih. Juz: 7. Hal. 336
ﺣﺪ ﺇﺗﻴﺎﻥ ﺍﻟﻤﻴﺘﺔ : ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻤﺎﻟﻜﻴﺔ: ﻳﺤﺪ ﻣﻦ ﺃﺗﻰ ﻣﻴﺘﺔ ﻓﻲ ﻗﺒﻠﻬﺎ ﺃﻭ ﺩﺑﺮﻫﺎ؛ ﻷﻧﻪ ﻭﻁﺀ ﻓﻲ ﻓﺮﺝ ﺁﺩﻣﻴﺔ، ﻓﺄﺷﺒﻪ ﻭﻁﺀ ﺍﻟﺤﻴﺔ، ﻭﻷﻧﻪ ﺃﻋﻈﻢ ﺫﻧﺒﺎً ﻭﺃﻛﺜﺮ ﺇﺛﻤﺎً؛ ﻷﻧﻪ ﺍﻧﻀﻢ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻔﺎﺣﺸﺔ ﻫﺘﻚ ﺣﺮﻣﺔ ﺍﻟﻤﻴﺘﺔ ( ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﺤﻨﻔﻴﺔ ﻭﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻴﺔ ﻭﺍﻟﺤﻨﺎﺑﻠﺔ ﻓﻲ ﺍﻷﺭﺟﺢ ﻋﻨﺪﻫﻢ: ﻻ ﻳﺤﺪ ﻭﺍﻃﺊ ﺍﻟﻤﻴﺘﺔ؛ ﻷﻥ ﻫﺬﺍ ﻳﻨﻔﺮ ﺍﻟﻄﺒﻊ ﻋﻨﻪ، ﻓﻼ ﻳﺤﺘﺎﺝ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺰﺟﺮ ﻋﻨﻪ ﺑﺤﺪ ﻛﺸﺮﺏ ﺍﻟﺒﻮﻝ، ﺑﻞ ﻳﻌﺰﺭ ﻭﻳﺆﺩﺏ . فقه الاسلام وادلته . الجز 7. صفحة 336.
Silakan Tinggalkan Balasan: