Minoritas Menjadi Presiden Adalah Pengkhianatan Terhadap Pancasila
Berita Islam 24H - Negara manapun di dunia ini pasti memiliki determinasi kehidupan sosial, cultural, politik maupun ekonomi. Determinasi tersebut di atas suka atau tidak suka telah menjadi kenyataan pragmatis pada setiap Negara, bahwa kenyataan pragmatis ini telah melahirkan fenomenology baru berupa masyarakat mayoritas maupun minoritas dalam varian sosial, cultural, politik, agama, ekonomi dan semua negara dituangkan serta tertulis dalam konstitusi Negara sebagai sebuah Idiologi politik. Demikian juga bangsa Indonesia. Secara empiris bangsa Indonesia pernah merasakan Hegemony Ras penjajah selama 350 Tahun yang pada ahirnya mentriger kesadaran masyarakat Pribumi untuk melepaskan diri dari hegemony minoritas tersebut.
Pancasila Telah Mengatur Kehidupan Bangsa dan Bernegara
Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia, adalah memuat pengalaman kolektif bagsa Indonesia dalam amanat penderitaan rakyat. Dari setiap sila Pancasila secara filosofis adalah mencerminkan perjalanan kehidupan bernegara dan berbangsa Indonesia, baik saat ini maupun dalam menghadapi gejolak global serta menghadapi gejolak evolusi pradaban bangsa bangsa dunia.
Pancasila di lahirkan bukan untuk menjadi sebuah menara gading, akan tetapi Pancasila di lahirkan sebagai postulat idiologi untuk mengikat semua warga negara Indonesia, sehingga menjadi batasan-batasan mengelola negara baik secara politik maupun secara demokrasi. Sila pertama Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, ini menunjukan bahwa Negara dan bangsa Indonesia menolak Atheis, komunisme maupun sekularisme, atau paham paham lain termasuk warga negara yang memiliki agenda ingin memisahkan kehidupan bangsa Indonesia dari paham Agama, apalagi Agama Islam. Sudah semestinya penista Alquran harus di adili dan di hukum.
Sila Kedua Pancasila adalah Kemanusian yang adil dan beradab. Sila ini sangat jelas bahwa mendistorsi pribumi yang mayoritas muslim adalah pelanggaran Pancasila. Penguasaan ekonomi oleh ras tertentu dan apalagi minoritas adalah tidak dapat di benarkan baik dari sisi kemanusian maupun pada sisi keadilan, apalagi terhadap orang orang yang ingin memaksakan diri menjadi Gubernur pada wilayah dimana penduduknya mayoritas muslim. Juga termasuk orang orang muslim yang mau menjadi Gubernur pada wilayah dimana masyarakatnya non muslim jelas ini tidak berprikemanusian, tidak berprikeadilan dan tidak beradab.
Demikian juga kalau ada orang-orang minoritas ingin menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI dimana masyarakatnya 86 persen muslim, adalah tidak berprikemanusian, tidak berprikeadilan dan tidak beradab. Dan ini bukan masalah SARA, intoleran dan rasis. Tapi ini Pancasila sebagai ideologi bangsa berfilosofi seperti ini. Jadi kalau ada orang mengatakan Pancasila belum memiliki atap kalau minoritas belum jadi Presiden adalah sebuah pernyataan tidak beradab dan penghianat Pancasila.
Demikian juga sila ke tiga Pancasila yaitu Persatuan Indonesia. Sila ini sangat jelas bahwa untuk menjaga persatuan maka dibutuhkan kesadaran seluruh bangsa Indonesia untuk saling menghormati dalam tataran sosial, Agama, suku dan Budaya tentu dalam bingkai Pancasila. Aksi 411 dan 212 merupakan wujud persatuan bangsa Indonesia. Sebab, aksi 411 dan 212 adalah merupakan real persatuan Bagsa Indonesia karena telah mencerminkan keinginan penduduk mayoritas Indonesia yang bersatu pada tujuan yang sama yaitu tahan si penista Agama. Aksi 212 ini di coba di tandingi dengan aksi 412 dengan slogan Parade Kita Indonesia justru mamperlihatkan ketidaksesuaian dengan sila ke tiga Pancasila. Justru malah merusak persatuan dan rakyat yang datang justru dibayar, disamping itu melanggar aturan CFD. Sangat jelas bahwa aksi 411 dan 212 adalah wujud kecintaan umat Islam pada Pancasila, dan kelihatan siapa sebenarnya Pancasilais sejati dan siapa Pancasilais palsu.
Sekarang mari kita lihat Sila ke empat Pancasila yaitu Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan dan Perwakilan. Sila ini adalah mengatur sistem dan metodelogi politik Negara, serta tata cara membentuk kekuasaan. Keyakinan para pendiri bangsa bahwa untuk mewujudkan welfare state dalam mencerdaskan dan mewujudkan kesejahteraan umum bangsa Indonesia, jelas harus melalui sistem politik Sila ke Empat Pancasila ini. Sistem politik berdasarkan Sila ke Empat Pancasila ini harus menjadi dasar untuk mempertahankan Kedaulatan Rakyat. Wujud Kedaulatan Rakyat yang dilakukan melalui MPR adalah murni pelaksanaan Sila Ke empat Pancasila yaitu Musyawarah Mufakat dalam sistem Perwakilan.
Makna filosofis Sila ke empat Pancasila ini adalah bahwa musyawarah mufakat dalam sistem perwakilan itu ada pada lembaga tertinggi MPR. MPR sebagai lembaga tertinggi telah mencerminkan stake holder kebangsaan, termasuk untuk mewujudkan welfare state.
Musyawarah mufakat yang di lakukan dalam koalisi partai politik untuk menentukan Presiden dan Wakil Presiden adalah menghianati Pancasila dan Kedaultan Rakyat itu sendiri. Mengubah UUD 45 menjadi UUD 2002 serta menghapuskan pelaksanaan Sila ke 4 Pancasila diganti dengan sistem liberal, sekuler, sosialisme serta tirani adalah nyata-nyata telah menghianati Pancasila, serta telah menghianati Kedaulatan Rakyat.
Bukan kah TNI menjaga Kedaulatan Negara dan Pancasila? Sekarang apa tindakan TNI dengan pelanggaran tersebut di atas?
Para pendiri negara ini mekonstruksi sistem dan metodelogi untuk mewujudkan Kekuasaan politik sesuai dengan geopolitik bangsa Indonesia yang didasarkan pada susunan mayoritas penduduk pribumi Indonesia yaitu Islam, sehingga selama Indonesia konsisten melaksanakan Sila ke empat Pancasila maka Presiden dan Wakil Presiden pasti Muslim tidak mungkin non muslim apalagi minoritas. Sesungguhnya ini tidak hanya berlaku di Indonesia tapi di semua Negara di belahan Bumi ini.
Amandemen UUD 45 menjadi UUD 2002 telah merusak postur Sila ke empat Pancasila dan otomatis mengubah semua sistem politik Indonesia. Jelas dan tentu saja perubahan ini sangat mengancam persatuan bangsa dan Negara Indonesia. Sifat ancamannya sangat sistimatis, terstruktur dan terukur. Ini bisa kita lihat bahwal lembaga politik seperti DPR, bukan lagi representatif rakyat dalam sistim perwakilan MPR sebagai pelaksana kedaulatan Rakyat. Tapi DPR sekarang ini sudah menjadi representatif Partai politik dalan sistem kekuasaan partai politik sesuai dengan UUD 2002 hasil amandemen UUD 45. Negara tidak lagi terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila. Tapi Negara saat ini di susun atas kepentingan partai politik dan kedaulatan partai politik serta kapitalisme. Semestinya Bangsa Indonesia harus berterimakasih pada tokoh-tokoh Islam dan tokoh-tokoh Nasional maupun purnawirawan TNI yang berjuang siang dan malam untuk tujuan yang sama yaitu mengembalikan UUD 45 ASLI sebagai Konstitusi Negara, serta Mengembalikan pelaksanaan Kedaulatan Rakyat. [beritaislam24h.net / tsc]
Silakan Tinggalkan Balasan: